Prosedur dan tata cara pindah alamat rumah antar propinsi adalah sebagai berikut:
Pendaftaran pindah-datang penduduk WNI:
Sumber : http://metro-urban.blogspot.com
==========================================================================================================
Pendaftaran pindah-datang penduduk WNI:
- Sesuai Pasal 15 UU Nomor 23 Tahun 2006, penduduk WNI yang pindah dalam wilayah NKRI wajib melapor kepada instansi pelaksana (perangkat pemerintah kabupaten / kota yang bertanggung jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan dalam urusan administrasi kependudukan) didaerah asal yang dalam hal ini adalah Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, untuk mendapatkan Surat Keterangan Pindah (SKP).
- Selanjutnya penduduk WNI wajib melapor kepada instansi pelaksana ditempat tinggal tujuan dengan membawa SKP, untuk mendapatkan Surat Keterangan Pindah-Datang (SKPD).
- SKP/SKPD digunakan sebagai dasar perubahan atau penerbitan KK dan KTP bagi penduduk yang bersangkutan.
- Sesuai Pasal 59, penandatanganan SKP/SKPD bagi penduduk WNI adalah sebagai berikut:
- Untuk pindah-datang dalam satu desa/kelurahan atau antar desa / kelurahan dalam satu kecamatan ditandatangani oleh Kepala Desa/Lurah atas nama Kepala Instansi Pelaksana (Kepala Dinas Kendudukan dan Pencatatan Sipil)
- Untuk pindah-datang antar kecamatan ditandatangani oleh Camat atas nama Kepala Instansi Pelaksana (Kepala Dinas Kendudukan dan Pencatatan Sipil).
- Untuk pindah-datang antar Kabupaten / Kota dan antar Provinsi ditandatangani oleh Kepala Instansi Pelaksana (Kepala Dinas Kendudukan dan Pencatatan Sipil).
- Mendatangi RT dan RW tempat tinggal untuk mengurus Surat Pindah (SP) dengan membawa KTP dan Kartu Keluarga (KK)
- Surat dari RT / RW dibawa ke kelurahan dan kecamatan, SP tersebut akan diganti oleh kelurahan/kecamatan dan akan terbit Surat Keterangan Pindah (SKP). Sebagai data arsip, KTP dan KK yang diserahkan akan disimpan.
- SKP memiliki 2 lembar. Lembar pertama akan dilanjutkan ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, dimana alamat yang lama akan diganti dengan selembar surat yang sudah dicap dan ditandatangani serta dilengkapi oleh alamat yang baru. Lembar kedua SKP adalah tembusan untuk kelurahan/kecamatan alamat yang baru.
- Pada saat kita pindah berkas yang dibawah ini perlu ada :
- SKP yang berstempel dan bertandatangan kepala kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
- SKP tembusan yang berstempel dan bertandatangan kepala kelurahan/kecamatan
- 2 lembar surat kelakuan baik
- Di tempat alamat baru, yang perlu dilakukan adalah :
- Melapor ke RT/RW dan mendaftar/memasukkan data anggota keluarga yang pindah kedalam Kartu Keluarga (KK) dan proses pembuatan KTP
- Melapor ke kantor kelurahan/kecamatan dan proses pembuatan KK dan KTP
- Melapor ke kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Sumber : http://metro-urban.blogspot.com
==========================================================================================================
Tata Cara Pengurusan Pembuatan Sertifikat Tanah Warisan
Sebelum membuat pensertifikatan atas tanah warisan , yang paling pertama harus dilakukan adalah kejelasan posisi kepemilikan dari tanah dimaksud terlebih dahulu. Setelah dibuatkan surat keterangan waris dari pihak almarhum, maka harus dilanjutkan dengan pembuktian adanya surat wasiat dimaksud. Saya belum mendapat penjelasan yang detail, apakah yang Anda maksud sebagai “wasiat” tersebut. Apakah wasiat dibuat dalam bentuk akta notaris, dan didaftarkan pada Pusat Daftar Wasiat, ataukah hanya berupa wasiat lisan atau surat wasiat tertulis namun tidak melibatkan notaris (bawah tangan)?
Kalau wasiat dibuat dalam bentuk lisan atau surat bawah tangan, akan sulit untuk dijalankan tanpa adanya persetujuan dan pengakuan dari ahli waris yang lain bahwa wasiat tersebut memang benar ada dan tidak ada keberatan dari ahli waris lain.
Kalau wasiat dibuat dalam bentuk akta notaris, biasanya ditunjuk pelaksana wasiatnya juga.
Dengan adanya pelaksana wasiat tersebut, maka yang bersangkutan bisa datang ke kantor kecamatan setempat untuk membuat Akta Hibah Wasiat kepada Anda. Camat nantinya yang akan bertindak selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”) Sementara dan melaksanakan transaksi hibah wasiat tersebut. Mengapa saya menganjurkan ke kecamatan? Karena biasanya hanya PPAT yang camat yang bersedia melangsungkan Akta Jual Beli (“AJB”) ataupun Hibah untuk tanah yang belum bersertifikat. Kalau PPAT yang Notaris biasanya meminta untuk disertifikatkan dulu baru dilakukan transaksinya (hibah/AJB tersebut).
Setelah adanya akta peralihan kepada Anda, maka baru dapat diajukan permohonan pensertifikatannya. Proses pensertifikatannya bisa dilihat di artikel : http://irmadevita.com/2009/pensertifikatan-tanah-secara-sporadik
Untuk penjelasan lebih detailnya ada di dalam buku yang berjudul: “Kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Dalam Mengatasi Masalah HUKUM PERTANAHAN”, terbitan Kaifa 2010.
sumber : http://www.hukumonline.com
=========================================================================================================
Apakah Renovasi Rumah Akan Menaikkan Besar PBB?
Dear Bapak/Ibu. Saya tinggal di komplek perumahan kelas kecil di Bekasi Utara, dan masih dalam masa KPR. Baru berjalan 6 tahun, kurang 9 tahun lagi. Saya berencana untuk merenovasi rumah tersebut dengan mendirikan bangunan baru memanfaatkan tanah kosong di belakang dan di depan bangunan awal, tetapi tidak mengubah desain bentuk bangunan awal. Apakah saya perlu mengurus IMB? Kemana institusi pertama kali yang harus saya datangi? Apakah nantinya akan ada perubahan biaya PBB untuk rumah saya?
IMB atau Izin Mendirikan Bangunan adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada pemohon untuk membangun baru, rehabilitasi/renovasi, dan/atau memugar dalam rangka melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (“Permendagri 32/2010”). Hal ini diperjelas lagi dalam Pasal 6 ayat (3) jo. Pasal 6 ayat (2) Permendagri 32/2010 yang menerangkan bahwa IMB ada 2 macam, yaitu IMB bangunan gedung dan IMB bangunan bukan gedung. Kedua IMB tersebut berupa pembangunan baru, merehabilitasi/renovasi, atau pelestarian/pemugaran.
Jadi pada dasarnya walaupun Anda hanya akan merenovasi rumah Anda, hal tersebut tetap memerlukan IMB.
Tata caranya adalah pemohon IMB mengajukan permohonan IMB kepada Bupati/Walikota (Pasal 6 ayat (1) Permendagri 32/2010).
Syarat permohonan IMB diatur dalam Pasal 9 Permendagri 32/2010, yaitu persyaratan dokumen administrasi dan rencana teknis.
Persyaratan dokumen administrasi meliputi:
a. tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau perjanjian pemanfaatan tanah;
b. data kondisi/situasi tanah (letak/lokasi dan topografi);
c. data pemilik bangunan;
d. surat pernyataan bahwa tanah tidak dalam status sengketa;
e. surat pemberitahuan pajak terhutang bumi dan bangunan (SPPT-PBB) tahun berkenaan; dan
f. dokumen analisis mengenai dampak dan gangguan terhadap lingkungan, atau upaya pemantauan lingkungan (UPL)/upaya pengelolaan lingkungan (UKL) bagi yang terkena kewajiban.
Sedangkan persyaratan dokumen rencana teknis meliputi:
a. gambar rencana/arsitektur bangunan;
b. gambar sistem struktur;
c. gambar sistem utilitas;
d. perhitungan struktur dan/atau bentang struktur bangunan disertai hasil penyelidikan tanah bagi bangunan 2 (dua) lantai atau lebih;
e. perhitungan utilitas bagi bangunan gedung bukan hunian rumah tinggal; dan
f. data penyedia jasa perencanaan.
Akan tetapi, karena IMB akan Anda gunakan untuk perluasan bangunan, maka kita akan melihat lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Kota Bekasi No. 15 Tahun 2012 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (“Perda 15/2012”). Dalam Pasal 12 Perda 15/2012,IMB ada bermacam-macam.
Jenis-jenis IMB yang diterbitkan karena keadaan tertentu terdiri dari:
a. IMB Berjangka;
b. IMB Pemutihan;
c. IMB Pengganti;
d. IMB Alih Fungsi;
e. IMB Perluasan.
Karena Anda ingin memperluas bangunan rumah Anda, maka Anda akan diberikan IMB Perluasan, yaitu IMB yang diberikan terhadap bangunan yang mengalami penambahan luas dengan fungsi yang sama (Pasal 15 ayat (3) Perda 15/2012). Untuk IMB ini, ada syarat yang harus Anda lampirkan, yaitu IMB yang telah diterbitkan sebelumnya (Pasal 15 ayat (4) Perda 15/2012).
Selain itu, dalam Pasal 21 Peraturan Walikota Bekasi No. 49 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah No. 15 Tahun 2012 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, disebutkan juga persyaratan-persyaratan lain dalam pemberian IMB Perluasan, yaitu:
a. IMB asal (asli);
b. gambar IMB asal (Asli);
c. photokopi KTP Pemilik Bangunan;
d. gambar konstruksi bangunan perluasan;
e. perhitungan struktur yang dibuat oleh Ahli Bangunan yang memiliki SIPB, untuk perluasan bangunan lebih dari 2 (dua) lantai.
Mengenai apakah nantinya akan ada perubahan biaya Pajak Bumi dan Bangunan (“PBB”) untuk rumah Anda, kita merujuk pada pengaturan PBB dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi Dan Bangunan (“UU 12/1985”) dan peraturan yang berlaku di daerah Bekasi.
Karena rumah Anda di Bekasi, maka kami merujuk pada Peraturan Daerah Kota Bekasi No. 02 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan (“Perda 02/2012”). Dalam Pasal 1 angka 10 Perda 02/2012, dijelaskan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Kota Bekasi (Pasal 1 angka 11 Perda 02/2012). Sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut (Pasal 1 angka 12 Perda 02/2012).
Yang dikenakan PBB adalah bumi dan bangunan sebagaimana terdapat dalam Pasal 3 ayat (1) Perda 02/2012.Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Obyek Pajak (“NJOP”) (Pasal 6 ayat (1) UU 12/1985 dan Pasal 6 ayat (1) Perda 02/2012).
NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak pengganti (Pasal 1 angka 3 UU 12/1985 dan Pasal 1 angka 13 Perda 02/2012). NJOP ini meliputi NJOP tanah dan NJOP bangunan.
Cara menghitung PBB adalah tarif PBB dikalikan dasar pengenaan setelah dikurangi Nilai Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (“NJOPTKP”) (Pasal 7 ayat (2) Perda 02/2012). Jika dirumuskan adalah sebagai berikut:
tarif x (NJOP - Nilai Obyek Pajak Tidak Kena Pajak)
Tarif PBB berbeda-beda bergantung pada besarnya NJOP tanah dan bangunan Anda. Tarif PBB sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Perda 02/2012 adalah sebagai berikut:
a. sebesar 0,1 % (nol koma satu persen) untuk NJOP sampai dengan Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
b. sebesar 0,15 % (nol koma lima belas persen) untuk NJOP di atas Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);
c. sebesar 0,25 % (nol koma dua lima persen) untuk NJOP di atas Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Sedangkan NJOPTKP adalah batasan maksimal NJOP Bangunan yang tidak kena pajak yang ditetapkan sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak (Pasal 7 ayat (1) jo. Pasal 1 angka 14 Perda 02/2012).
Contoh perhitungan PBB (Penjelasan Pasal 7 ayat (2) Perda 02/2012) adalah sebagai berikut:
Contoh 1:
Wajib pajak A mempunyai obyek pajak berupa:
Tanah seluas 800 m2 dengan harga jual Rp. 300.000,00/m2
Bangunan seluas 400 m2 dengan nilai jual Rp. 350.000,00/m2
Taman seluas 200 m2 dengan nilai jual Rp 50.000,00/m2
Pagar sepanjang 120 m dan tinggi rata-rata pagar 1,5 m dengan nilai jual Rp. 175.000,00/m2
Besarnya pokok pajak yang terutang adalah sebagai berikut:
1. NJOP Bumi 800 x Rp. 300.000,00 = Rp. 240.000.000,00
2. NJOP Bangunan
a. Rumah dan garasi 400 x Rp. 350.000 = Rp. 140.000.000,00
b. Taman 200 x Rp. 50.000,00 = Rp. 10.000.000,00
c. Pagar (120 x 1,5) x Rp. 175.000,00 = Rp. 31.500.000,00
------------------------------ +
Total NJOP Bangunan = Rp. 181.500.000,00
NJOP TKP = Rp 10.000.000,00
------------------------------ (-)
Nilai Jual Bangunan Kena Pajak = Rp. 171.500.000,00
3. Nilai Jual Obyek Pajak Kena Pajak (1 + 2) = Rp. 411.500.000,00
4. Tarif pajak efektif yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah 0,1 %
5. PBB terutang 0,1 % x Rp 411.500.000,00 = Rp. 411.500,00
Contoh 2:
Wajib pajak B mempunyai obyek pajak berupa:
Tanah seluas 500 m2 dengan harga jual Rp. 1.000.000,00/m2
Bangunan seluas 200 m2 dengan nilai jual Rp. 950.000,00/m2
Besarnya pokok pajak yang terutang adalah sebagai berikut:
1. NJOP Bumi 500 x Rp. 1.000.000,00 = Rp. 500.000.000,00
2. NJOP Bangunan Rumah dan garasi
200 x Rp. 950.000,00 = Rp. 190.000.000,00
NJOP TKP = Rp 10.000.000,00
------------------------------(-)
Nilai Jual Bangunan Kena Pajak = Rp. 180.000.000,00
3. Nilai Jual Obyek Pajak Kena Pajak (1+2) = Rp. 680.000.000,00
4. Tarif pajak efektif yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah 0,15 %
5. PBB terutang 0,15 % x Rp 680.000.000,00 = Rp. 1.020.000,00
Melihat pada pengaturan mengenai PBB dan contoh di atas terlihat bahwa jika Anda memperluas bangunan rumah Anda, maka PBB yang akan Anda bayar juga menjadi lebih besar.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
1. Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi Dan Bangunan sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi Dan Bangunan;
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan;
3. Peraturan Daerah Kota Bekasi No. 02 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan
4. Peraturan Daerah Kota Bekasi No. 15 Tahun 2012 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
5. Peraturan Walikota Bekasi No. 49 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah No. 15 Tahun 2012 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.
Sumber : http://www.hukumonline.com
=========================================================================================================
Prosedur Jika Sertifikat Tanah Hilang
Assalamu'alaikum Dear Hukumonline, Keluarga kami memiliki sebidang tanah warisan dari kakek, kemudian tanah tersebut sudah dibuat sertifikat, tetapi masih atas nama kakek. Kemudian tanah tersebut diwariskan kepada orang tua kami dan masih dalam sertifikat atas nama kakek. Kemudian orang tua kami telah meninggal dunia, kami selaku anak-anaknya mendapatkan hak waris dari tanah tersebut. Namun diketahui surat sertifikat tersebut telah hilang. Pertanyaan kami: bagaimana cara kami membuat sertifikat yang baru? Dan bagaimanakah cara kami memecah surat sertifikat tersebut?
Dalam Pasal 57 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dikatakan bahwa atas permohonan pemegang hak atas tanah, dapat diterbitkan sertifikat baru sebagai pengganti sertifikat yang hilang. Permohonan sertifikat pengganti ini hanya dapat diajukan oleh pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah yang bersangkutan atau pihak lain yang merupakan penerima hak berdasarkan akta PPAT.
Dalam hal pemegang hak atas tanah sudah meninggal dunia, permohonan sertifikat pengganti dapat diajukan oleh ahli warisnya dengan menyerahkan surat tanda bukti sebagai ahli waris (Pasal 57 ayat (3) PP 24/1997). Surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa Akta Keterangan Hak Mewaris, atau Surat Penetapan Ahli Waris atau Surat Keterangan Ahli Waris (Penjelasan Pasal 42 ayat (1) PP 24/1997).
Selain itu, yang perlu diperhatikan juga beberapa hal di bawah ini (Pasal 59 PP 24/1997):
a. Permohonan penggantian sertifikat yang hilang harus disertai pernyataan di bawah sumpah dari yang bersangkutan di hadapan Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk mengenai hilangnya sertifikat hak yang bersangkutan;
b. Sebelum dilakukan penerbitan sertifikat pengganti, dilakukan pengumuman 1 (satu) kali dalam salah satu surat kabar harian setempat atas biaya pemohon;
c. Pihak lain dapat mengajukan keberatan atas penerbitan sertifikat pengganti dalam jangka waktu 30 hari dihitung sejak hari pengumuman.
Dalam laman resmi Badan Pertanahan Nasional, disebutkan syarat dan jangka waktu proses permohonan sertifikat pengganti, sebagai berikut:
Persyaratan
1. Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai cukup
2. Surat Kuasa apabila dikuasakan
3. Fotocopy identitas pemohon (KTP, KK) dan kuasa apabila dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket
4. Fotocopy Akta Pendirian dan Pengesahan Badan Hukum yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket, bagi badan hukum
5. Fotocopy sertipikat (jika ada)
6. Surat Pernyataan dibawah sumpah oleh pemegang hak/yang menghilangkan
7. Surat tanda lapor kehilangan dari Kepolisian setempat
Waktu
40 (empat puluh) hari
Keterangan
Formulir permohonan memuat:
1. Identitas diri
2. Luas, letak dan penggunaan tanah yang dimohon
3. Pernyataan tanah tidak sengketa dan tanpa perubahan fisik
4. Pernyataan tanah dikuasai secara fisik
5. Pengumuman di surat kabar
Sebelum memecah sertifikat tersebut, terlebih dahulu Anda mendaftarkan peralihan hak atas tanah tersebut atas dasar pewarisan. Dalam Pasal 42 ayat (1) PP 24/1997 dikatakan bahwa untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan, ahli waris wajib menyerahkan kepada Kantor Pertanahan beberapa dokumen berikut:
a. sertifikat hak yang bersangkutan;
b. surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai pemegang haknya; dan
c. surat tanda bukti sebagai ahli waris.
Lebih lanjut mengenai prosesnya, dapat dilihat dalam laman resmi Badan Pertanahan Nasional.
Kemudian setelah itu, dapat dilakukan pemecahan sertifikat berdasarkan Pasal 51 jo. Pasal 48 PP 24/1997. Pembagian hak bersama atas tanah menjadi hak masing-masing pemegang hak bersama didaftar berdasarkan akta yang dibuat PPAT yang berwenang menurut peraturan yang berlaku yang membuktikan kesepakatan antara para pemegang hak bersama mengenai pembagian hak bersama tersebut (Akta Pembagian Hak Bersama). Atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan (para ahli waris), satu bidang tanah yang sudah didaftar dapat dipecah secara sempurna menjadi beberapa bagian, yang masing-masing merupakan satuan bidang baru dengan status hukum yang sama dengan bidang tanah semula. Untuk tiap bidang dibuatkan surat ukur, buku tanah dan sertifikat untuk menggantikan surat ukur, buku tanah dan sertifikat asalnya.
Lebih rinci mengenai persyaratan untuk pemecahan sertifikat, dapat dilihat dalam laman resmi Badan Pertanahan Nasional.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum: Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
sumber :http://www.hukumonline.com
========================================================================================================
Assalamu'alaikum Dear Hukumonline, Keluarga kami memiliki sebidang tanah warisan dari kakek, kemudian tanah tersebut sudah dibuat sertifikat, tetapi masih atas nama kakek. Kemudian tanah tersebut diwariskan kepada orang tua kami dan masih dalam sertifikat atas nama kakek. Kemudian orang tua kami telah meninggal dunia, kami selaku anak-anaknya mendapatkan hak waris dari tanah tersebut. Namun diketahui surat sertifikat tersebut telah hilang. Pertanyaan kami: bagaimana cara kami membuat sertifikat yang baru? Dan bagaimanakah cara kami memecah surat sertifikat tersebut?
Dalam Pasal 57 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dikatakan bahwa atas permohonan pemegang hak atas tanah, dapat diterbitkan sertifikat baru sebagai pengganti sertifikat yang hilang. Permohonan sertifikat pengganti ini hanya dapat diajukan oleh pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah yang bersangkutan atau pihak lain yang merupakan penerima hak berdasarkan akta PPAT.
Dalam hal pemegang hak atas tanah sudah meninggal dunia, permohonan sertifikat pengganti dapat diajukan oleh ahli warisnya dengan menyerahkan surat tanda bukti sebagai ahli waris (Pasal 57 ayat (3) PP 24/1997). Surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa Akta Keterangan Hak Mewaris, atau Surat Penetapan Ahli Waris atau Surat Keterangan Ahli Waris (Penjelasan Pasal 42 ayat (1) PP 24/1997).
Selain itu, yang perlu diperhatikan juga beberapa hal di bawah ini (Pasal 59 PP 24/1997):
a. Permohonan penggantian sertifikat yang hilang harus disertai pernyataan di bawah sumpah dari yang bersangkutan di hadapan Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk mengenai hilangnya sertifikat hak yang bersangkutan;
b. Sebelum dilakukan penerbitan sertifikat pengganti, dilakukan pengumuman 1 (satu) kali dalam salah satu surat kabar harian setempat atas biaya pemohon;
c. Pihak lain dapat mengajukan keberatan atas penerbitan sertifikat pengganti dalam jangka waktu 30 hari dihitung sejak hari pengumuman.
Dalam laman resmi Badan Pertanahan Nasional, disebutkan syarat dan jangka waktu proses permohonan sertifikat pengganti, sebagai berikut:
Persyaratan
1. Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai cukup
2. Surat Kuasa apabila dikuasakan
3. Fotocopy identitas pemohon (KTP, KK) dan kuasa apabila dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket
4. Fotocopy Akta Pendirian dan Pengesahan Badan Hukum yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket, bagi badan hukum
5. Fotocopy sertipikat (jika ada)
6. Surat Pernyataan dibawah sumpah oleh pemegang hak/yang menghilangkan
7. Surat tanda lapor kehilangan dari Kepolisian setempat
Waktu
40 (empat puluh) hari
Keterangan
Formulir permohonan memuat:
1. Identitas diri
2. Luas, letak dan penggunaan tanah yang dimohon
3. Pernyataan tanah tidak sengketa dan tanpa perubahan fisik
4. Pernyataan tanah dikuasai secara fisik
5. Pengumuman di surat kabar
Sebelum memecah sertifikat tersebut, terlebih dahulu Anda mendaftarkan peralihan hak atas tanah tersebut atas dasar pewarisan. Dalam Pasal 42 ayat (1) PP 24/1997 dikatakan bahwa untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan, ahli waris wajib menyerahkan kepada Kantor Pertanahan beberapa dokumen berikut:
a. sertifikat hak yang bersangkutan;
b. surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai pemegang haknya; dan
c. surat tanda bukti sebagai ahli waris.
Lebih lanjut mengenai prosesnya, dapat dilihat dalam laman resmi Badan Pertanahan Nasional.
Kemudian setelah itu, dapat dilakukan pemecahan sertifikat berdasarkan Pasal 51 jo. Pasal 48 PP 24/1997. Pembagian hak bersama atas tanah menjadi hak masing-masing pemegang hak bersama didaftar berdasarkan akta yang dibuat PPAT yang berwenang menurut peraturan yang berlaku yang membuktikan kesepakatan antara para pemegang hak bersama mengenai pembagian hak bersama tersebut (Akta Pembagian Hak Bersama). Atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan (para ahli waris), satu bidang tanah yang sudah didaftar dapat dipecah secara sempurna menjadi beberapa bagian, yang masing-masing merupakan satuan bidang baru dengan status hukum yang sama dengan bidang tanah semula. Untuk tiap bidang dibuatkan surat ukur, buku tanah dan sertifikat untuk menggantikan surat ukur, buku tanah dan sertifikat asalnya.
Lebih rinci mengenai persyaratan untuk pemecahan sertifikat, dapat dilihat dalam laman resmi Badan Pertanahan Nasional.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum: Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
sumber :http://www.hukumonline.com
========================================================================================================